Tayangan halaman minggu lalu

3

Selasa, 02 Maret 2010

Kepahlawanan

Siang itu, cuaca begitu terik menyapa setiap jengkal tubuh manusia, menyengat siapa saja yang berada dalam kekuasaan sinarnya, seolah-olah ia sedang mempertontonkan bentuk kecintaan, kesetiaan, dan tanggung jawab atas apa yang diamanahkan dan diperintahkan kholik padanya.

Dalam suasana dan nuansa demikian, terlihat seorang ikhwah dengan wajah yang begitu lembut, tersenyum riang dan bahagia meskipun sekali-sekali mengusap keringat yang mengucur dari kepala dan dahinya. Tidak terlihat raut muram pada wajahnya, melainkan kesumringahan dengansenyum dibibirnya seperti sedang menikmati teriknya mentari siang itu.

Bisa jadi ia begitu memahami bahwa sang Mentari sedang menunjukkan cinta dan tanggung jawabnya kepada sang pencipta yang ia cintai, tidak seperti kebanyakan oang yang berada disekitar sang ikhwah.

Ternyata apa yang terlintas dalam fikiran sang ikhwah sama dengan suasana hatinya saat itu. Hati yang begitu gembira dan bahagia terpancar dari tatapan mata dan wajahnya. Ada apa gerangan ?, mungkin itulah pertanyaan yang terlontar seandainya orang-orang disekitarnya ditanya.

Benar, ternyata sang Ikhwah baru saja dikarunia seorang anak laki-laki yang sangat ia sayangi, cintai dan dambakan. Sama halnya dengan mentari, sang ikhwah mencoba mempertontonkan bentuk kecintaan itu sebagai wujud kebahagiaan karena kholik baru saja menitipkan amanah,tanggung jawab, kepercayaan yang besar pada dirinya yang mesti ia pelihara dan sayangi.

Dengan tergesa-gesa sang Ikhwah berangkat menuju rumah dari tempat kerjanya. Sambil berkhayal begitu enaknya makan siang bersama anak dan isteri yang selama ini menemaninya.

Dua puluh menit berlalu tibalah ia didepan pintu rumah kontrakan kecil satu kamar yang ia rasa begitu indah dan nyaman karena dihiasi oleh seorang bidadari cantik yaitu isteri sholehah yang ia cintai dan anak yang akan menjadi generasi penerus Islam.

Tak berapa lama pintu terbuka, “Assalamu’alikum Mi”. “Wa’alaikum salam Bi”. “Capek, Bi ?”, “Insya Allah nggak, Apalagi ngelihat Ummi, hilang capeknya”. Bagaimana si Jundi ?”, “Alhamdulillah baik”, “Bi cuci dulu muka, baru cium si kecil ya”. Demikianlah percakapan singkat yang terjadi.

Lima menit berlalu ketika sang ikhwah sudah membersihkan dirinya, Sang ikhwah bertanya :
Ikhwah : “Mi, Abi pengen makan dekat anak kita, boleh ya ?
Ummi : “Ya, Bi (dengan wajah tersenyum)”. Bi, bisa bicara sebentar”
Ikhwah : “Ya.”
Ummi : “Bi, persediaan lauk kita hanya tinggal sebutir telur ini, dan uang kita, hanya
cukup untuk ongkos abi ke kerjaan selama dua hari.” ( Mendengar hal itu
sejenak sang ikhwah terdiam dan memandang wajah isteri yang tercinta dalam-
dalam dan sekali-sekali melirik anak yang sedang tidur dengan nyenyak.

Ummi : “Ada apa bi ?, kok diam.(seketika suasana menjadi hening). Afwan bi, kalau
ummi buat abi terbebani. Sambil mulai melangkah menuju si jundi. Tetapi
langkahnya terhenti oleh pegangan tangan sang suami tercinta, dan sang suami
menarik tubuh sang isteri hingga tepat dihadapannya.

Ikhwah : “Ummi, maafkan abi kalau membuat ummi merasa khawatir. Sambil merangkul
isterinya ia berkata : “Abi yakin Allah pasti ngelihat hambanya yang
mencintainya, yang bersatu karenanya, yang manjaga amanah darinya dan
berlomba menjadi hamba yang senantiasa bermesaraan dalam ibadah padanya”

“Ummi, abi janji akan memberikan yang terbaik pada ummi dan anak kita,
do’a-kan abi, dan ntar malam kita minta pada Allah melalui tahajjud, agar Allah
memudahkan segala urusan kita ya, sambil merangkul isterinya, dan keduanya
terlihat saling menangis”

Subhanallah, apa yang terjadi dalam dua hari kemudian sang Ikhwah mendapat rezeki karena azam/ tekadnya. Karena, kesadaran luar biasa yang muncul dalam dirinya. atas tanggung jawab sebagai leader di rumah tangga.

Ikhtiar sebagai bentuk tanggung jawab yang terinspirasi rasa cinta kepada Allah, isteri dan anak menjadi modal luar biasa untuk mengejar kesempatan-kesempatan kebaikan yang senantiasa Allah berikansebagai bentuk rahimnya Allah. Wahai Saudara-ku yakinlah bahwa Allah sesuai dengan prasangka hambanya.

---------------------------------------------------------

Sama halnya ketika seorang ikhwah menceritakan pengalaman halaqohnya. Pada suatu malam ketika sang ikhwah sedang serius mengkaji kitab, satu demi satu kalimat dalam buku itu ia renungi dan ia dalami maknanya.
Sampai-sampai saking asyiknya membaca, ia merasa seolah-olah hanya dia saja yang ada di ruangan itu.

Tidak berapa lama kemudian, ketika ia sedang asyik-asyiknya membaca tiba-tiba seorang laki-laki tiba dipintu ruangan “Assalamu’alaikum, ya akhi ?” sapa lelaki itu kepada sang ikhwah. Serta merta sang ikhwah menjawab “wa’alikummussalam” kata sang ikhwah pada lelaki itu. Sang lelaki kemudian masuk dan berjalan menghampiri seorang ikhwah yang sedang tidur tepat di belakang ikhwah yang sedang belajar.

Tiba-tiba terdengar teguran dari belakang sang ikhwah, “Akhi, kenapa antum asyik dengan diri antum, apakah antum tidak melihat Saudara antum kedinginan karena selimutnya terjatuh kelantai. .kata Sang lelaki sambil memungut selimut yang berada di lantai dan kembali menyelimuti tubuh teman sang ikhwah. Subhanallah, Tapi siapakah laki-laki yang begitu peduli terhadap Saudaranya, begitu empati.

Ternyata laki-laki itu adalah MUROBBI dari kedua ikhwah tersebut. –Allahuakbar-
Muncul pertanyaan dalam diri kita, mengapa ia mampu melakukan hal itu ?. Ternyata akhi Cinta yang begitu mendalam menumbuhkan tanggung jawab yang luar biasa. Inilah kata kunci dari tulisan ini Bahwa sikap Kepahlawanan muncul karena cinta dan tanggung jawab.
(sumber : Ade Suherman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar