Tayangan halaman minggu lalu

5

Sabtu, 27 November 2010

SHOLAT DULU AH!

Melihat mesjid ini, pikiranku melayang mengingat peristiwa beberapa tahun silam. Ketika aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Waktu itu, aku bersama 2 orang temanku mengikuti acara PSI (Pagelaran Seni Islami) yang diadakan oleh Unimed. Acaranya selesai kira-kira pukul 12.30.

Kami pun berpisah menuju rumah masing-masing. Aku langsung pulang saja. Walaupun kutahu sekitar 20 menit lagi akan berkumandang adzan dzuhur.. Ketenangan yang dipancarkan mesjid ini pun tak bisa memaksaku untuk singgah kedalam
Setelah menunggu cukup lama, angkot yang kutunggu belum juga kelihatan. Langsung saja aku naik angkot 67 walaupun nanti harus dua kali naik angkot. Kata temanku angkot ini melewati Padang Bulan.

Ternyata ….
Aku salah jalan alias nyasar. Pertama lihat Jl Williem Iskandar/Pancing. Aduh! Nyasar nih karena tadi waktu pergi aku tidak melewati jalan ini. Tapi, sudahlah kata temanku angkot ini sampai P. Bulan

Sambil terus memasang muka sok tahu aku berdzikir dalam hati. Aku melihat tulisan Jl bhayangkara. Aduh! Betul-betul nyasar nih. Gawat deh. Sudah tenang saja, sebentar lagi juga sampai (pikirku dalam hati).

Selanjutnya kulihat tulisan “Selamat Datang di Kawasan Tembung”. Betulkan nyasar! Ya sudah, dengan muka sok tahu aku turun dan kembali lagi ke Unimed.
Aduh! Jadi menyesal nih maunya cepat. Eh malah jadi lama. Andai saja aku sholat dzuhur dulu. Tapi sudahlah, perjalananku masih panjang. Aku naik angkot arah P. Bulan

Aku masih bersyukur karena tidak nyasar terlalu jauh. Langsung saja kubuka dompetku untuk membayar ongkos. Namun, tak kutemukan dompet di tasku. Aduh! Apalagi ini.
Kuraba kantung celanaku, alhamdulillah masih ada uang untuk ongkos.
Setelah sampai padang bulan, aku langsung melanjutkan perjalanan menuju rumah. Akhirnya, aku sampai di rumah pukul 14.15.

Aku langsung berwudhu dan sholat dzuhur. Ku renungkan apa yang telah terjadi hari ini. Terdiam sesaat dan akhirnya aku terhenyak sadar. Mungkin saja semua ini terjadi karena aku tak sabar menunggu 20 menit untuk mendengarkan adzan dzuhur dan sholat berjamaah di mesjid itu.

Hari ini, aku tak ingin mengulang peristiwa itu.
Ku langkahkan kakiku menuju mesjid ini, mesjid yang sama dengan beberapa tahun silam.
Sholat dulu ah! (Rirus)

Baca Selengkapnya...

Jalur Angkutan Kota dari Unimed


Ø RMC 121
Unimed, Pasar Sukaramai, Teladan, UISU, Simpang limun, Titi Kuning,
P.Simalingkar.
Ø RMC 104
Unimed, Deli Plaza, Carefour, Pringgan, Simpang Kampus USU, Stasiun Sinabung, P. Simalingkar.
Ø RMC 103
Unimed, Stasiun Kereta Api, Deli Plaza, Petisah, Pringgan, Simpang Kampus Usu, Stasiun Sinabung, Pancur Batu.
Ø KPUM 11
Unimed , R.S. Pirngadi, Medan Plaza, P. Bulan, RSU Adam Malik, Akper Wira Husada, K. Medan Permai.
Ø KPUM 20
Unimed , R.S. Pirngadi, Deli Plaza, Carefour, Gatot Subroto Kampung Lalang / Pinang Baris.
Ø KPUM 62
Unimed, Deli Plaza, Ramayana Pringgan, Abdullah Lubis, Setia Budi, Tanjung Sari.
Ø KPUM 67
Unimed, Tuasan, Sampali, Carefour, USU, Setia Budi, Tanjung Sari
Ø 01
Unimed, Mandala, Sukaramai, Teladan, UISU, Simpang Limun, Marendal, Amplas.
Ø 03
Unimed, Perjuangan, Serdang, R.S. Pirngadi, Sambu, S.M Raja, Mesjid Raya, Amplas.
Ø 04
Unimed, tuasan, Pasar III Rakyat, Sambu, S.M Raja, Mesjid Raya, Amplas.
Ø M 97
Unimed, Selamat Ketaren, Mandala, Denai, Menteng, Amplas, Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Perbaungan, Bengkel.

Baca Selengkapnya...

Sabtu, 20 November 2010

Akh ! Kak ! Pak ! Bang!

Selalu menyebut nama tanpa ada embelan ‘akhi’ pada para ikhwah teman sebaya membuat saya dikatakan kasar oleh salah seorang diantara mereka. Katanya, cuma saya satu-satunya akhwat yang memanggilnya dengan nama saja. Wah! Gawat nih langsung saja saya minta maaf padanya. Permintaan maaf pun diterima dan dia pun mengatakan “Tidak masalah, tak usah formal-formal kali”
Wah! Ngeri juga ya. Gitu aja dikatakan kasar. Kalau satu orang dari mereka mengatakan saya kasar, jangan-jangan semua ikhwan yang saya panggil namanya tanpa embel-embel ‘akhi’ menganggap saya kasar juga. Yah, mungkin dibenak mereka akhwat itu selalu lembut dan manis. Tapi tak apalah, bukan masalah besar kurasa.
Yang penting saya nyaman memanggil nama mereka saja tanpa embel-embel ‘akhi’. Senyaman saya memanggil ikhwan yang lebih tua dengan panggilan ‘kak’ daripada ‘pak’, karena tak mungkin memanggil mereka’bang’ apalagi ‘om’.
Sebegitu penting kah kata sapaan di dalam interaksi ini ? Membuatku bertanya pada seorang kakak. Dia mengatakan panggilan ‘akhi’ hanya untuk menunjukkan rasa persaudaraan yang dapat mempererat ukhuwah islamiyah dan lebih sopan. Lain halnya ketika kita sudah mengenalnya sebelum sama-sama masuk ke lingkaran ini, sebab akan terasa canggung jika memanggilnya dengan sebutan ‘akhi’ atau ‘ukhti’. Tak ada kata persetujuan dan larangan yang keluar dari kata-katanya.
Saya juga pernah ditegur oleh seorang teman ketika memanggil seorang ikhwah yang usianya lebih tua sekitar 6 tahun dengan panggilan ‘kak’.
Dengan matanya yang hampir mendelik dia berujar,
“Bukan Kak tapi Pak”
Emmhh, okelah lagi-lagi masalah sapaan. Yang dipanggil dengan sebutan kakak saja tak pernah protes.
Lalu, saya pun teringat peristiwa di syura kemarin, pembicaraan berputar-putar antara progja dan gebrakan baru untuk semester depan. Semuanya berjalan apa adanya, tak ada yang istimewa hanya saja tak ada sekum kami disana. Dan ini bukanlah masalah utamanya, karena pasti kan ada orang yang akan menggantikannya.
Pembicaraan mengalir dan mendaulat si Kawan yang sedang mengenakan jilbab biru itu mengeluarkan pendapatnya.
“Jadi gini Bang, bla bla bla” terang si Kawan pada ketua kami.
Lantas kudengar ada suara tawa, dan aku pun ikut tertawa. Sekilas kulihat wajah ketua kami, ternyata ia pun tersenyum. Ku lihat telunjuk temanku yang satunya mendekat ke bibirnya seperti memberi komando agar si Kawan segera berhenti. Si Kawan pun tak mendengarnya dan tetap saja berbicara dengan abangnya itu.
Ada rasa yang meggelitik saat si Kawan menyebut ‘bang’, terlebih lagi pada saat syura yang seharusnya formal. Walaupun kurasa syura kami tak pernah formal. Bagiku terdengar riskan panggilan ‘abang’mu itu ketika kita melakukan syura.
Cuplikan diatas memang bukanlah hal yang terlalu penting untuk dibahas. Tapi aneh rasanya jika peristiwa tersebut dilakukan oleh suatu wadah di bawah bendera. Menyebut nama tanpa ‘akhi’ saja sudah dikatakan kasar. Memanggil ‘kak’ tanpa ‘pak’ saja ada yang protes. Lalu bagaimana dengan panggilan ‘bang’ yang terlontar ketika sedang melaksanakan syura ?
Salahkah aku memprotes panggilan ‘abang’mu itu ?
Yah ! mungkin saja kau sudah mengenalnya terlebih dahulu sebelum kita bersama-sama memasuki wadah tersebut.
Tapi tetap saja beda kan! Duhai yang mengaku dirinya aktivis dakwah. (Ri_Rus)

Baca Selengkapnya...